Gas Langka, Rakyat Makin Susah, nasib…nasib… (Ironi di negeri kaya penghasil Gas terbesar ke-13 sedunia)

Gas melon 3 kg kini menjadi barang langka yang sedang diincar keberadaannya oleh masyarakat, pasalnya gas bersubsidi ini sangat sulit didapat, di warung bahkan di agen gas. Dari berbagai sumber surat kabar online, hampir di banyak kota di Indonesia mengalami … Baca lebih lanjut

Renungan Dakwah

Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Bagaimana kabar kerimananmu hari ini?
Bagaimana dengan hati ini?
Semoga Allah berikan ketetapan pada hati ini,,
Untuk terus menyusuri jalan dakwah ini
Walau terkadang hujatan dan cacian seringkali mewarnai perjalanan panjang ini
Raga, jiwa, harta, dan air mata telah kita persembahkan di jalan ini,,
Hingga terkadang lelah dan jenuh menghampiri setiap jejak perjuangan mengarungi jalan ini..
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka…” (TQS. At-taubah: 111)
Siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah?
“Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (TQS. At-taubah: 111)
Saudaraku, mari tanyakan pada hati kita
Pantaskah kita mengeluh dalam mengarungi jalan ini?
Karena hakikatnya , komitmen adalah sebuah totalitas perjuangan
Dakwah ini,
Ada atau tidaknya kita disana
Dakwah akan tetap diperjuangkan..
Namun, apakah syurga-Nya tidak bergitu menggiurkan untukmu?

Alangkah baiknya kita renungkan potret kaum muslim di negeri lain, dimana mereka adalah saudara kita se-‘aqidah, tidak sepantasnya kita membiarkan kondisi ummat Islam terus terpuruk..
Potret negeri-negeri kaum muslim yang tertindas, dimana pengorbanan tak mengenal kata lelah..
Takbir membaharu, menggentarkan musuh-musuh Allah..
Nyawa dan air mata yang mulai terevaporasi
telah dipersembahkan, lebih dari yang kita persembahkan…
Semuanya, demi tegaknya Islam di muka bumi..
Semua berlomba-lomba menjemput seni kematian yang paling indah..

Bagaimana dengan kita?

_Video Renungan untuk Pengemban Dakwah_

2012: Saatnya Menggemakan Islam di Negeri Pertiwi

Tahun 2012 telah kita lewati beberapa bulan. Peristiwa demi peristiwa masih belum jauh dari fenomena tahun-tahun sebelumnya, seperti kasus korupsi yang terus bergulir dan tak kunjung habis, kecelakaan lalu lintas semakin meningkat, nasib TKI yang kian malang, maraknya geng motor yang membahayakan keamanan pengguna jalan, hingga kebijakan menaikan BBM yang dirasa zholim untuk masyarakat. Fenomena-fenomena yang terjadi di kuartal awal tahun 2012 ini tentunya menjadi kekhawatiran kita bersama akan kondisi bumi pertiwi yang tak kunjung usai dirundung problema.
Jika kita mencermati masalah sosial, politik, ekonomi dan hukum di negeri ini setiap tahunnya, kita akan menemukan sebuah fenomena yang sama dalam peristiwa yang berbeda. Seperti contoh masalah politik dan hukum, kasus korupsi yang terjadi di kalangan politisi pusat maupun daerah selalu memunculkan pelaku baru, dan selalu berujung tak terusut atau didakwa dengan tuntutan hukuman yang ringan.
Masalah sosial yang dialami TKI akhir-akhir ini yang dikabarkan menjadi korban penjualan organ tubuh, menjadi salah satu indikator bahwa pemerintah belum serius urus TKI. Kasus premanisme dan geng motor yang memakan korban, membuat masyarakat kehilangan rasa aman saat beraktifitas di sektor publik.
Pemerintah menambah daftar kemelut perekonomian negeri ini, dengan munculnya kebijakan yang ditunda, yaitu kenaikan harga BBM. Kenaikan ini mengharuskan masyarakat untuk “menambah mengencangkan ikat pinggang” atau bahkan menambah pendapatan. Tentu ini bukanlah hal mudah, mengingat sulitnya menjangkau pendapatan cukup/tinggi karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan, seakan rakyatlah yang harus kreatif, sedangkan pemerintah angkat tangan dengan dampak dari kebijakannya.
Kondisi yang telah disebutkan bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia, terlalu seringnya dizholimi oleh kebijakan dan sengsara dengan keadaan, membuat masyarakat semakin apatis terhadap perbaikan. Apabila dianalisis, kondisi ini bukanlah semata kekeliruan para pejabat mengurus rakyat, tapi lebih karena konsepsi politik yang menyebabkan kondisi negeri pertiwi carut marut. Negeri ini bisa dikatakan menerapkan sebuah ideologi Kapitalisme, dimana materi merupakan center of life. Seperti contoh misalnya kasus TKI, TKI merupakan pahlawan devisa dimana pemasukan dari pengiriman TKI keluar negeri menghasilkan dana yang cukup besar bagi pemerintah, kondisi ini terus “dipertahankan” oleh pemerintah, tanpa melihat kondisi dari TKI tersebut, pulang-pulang tinggal nama. Seandainya bukan orientasi materi, maka pemerintah haruslah menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi warganegaranya, bukan malah negara lain yang membiayai warga negara Indonesia.
Negara berorientasi materi, jelas merupakan cara pandang yang keliru, berujung memandang rakyatnya sebagai penghasil materi. Negara pun rela menjual sumber daya alamnya kepada pihak asing untuk dieksploitasi dan keuntungan besar masuk ke saku investor, sedangkan pemerintah hanya mendapat “sisa” keuntungan yang tak seberapa.
Seyogyanya sebuah negara berpandangan cemerlang terhadap warga negaranya, pemerintah adalah pelindung dan penyedia kebutuhan rakyat. Bukan malah berbanding terbalik, rakyat adalah penyedia kepentingan pemerintah. Pemerintahan yang pro rakyat, yang memandang rakyat bukanlah penghasil materi, tapi sebagai komponen pembangkit generasi bagi sebuah negara. Sehingga pengurusan negeri pun jelas, pendidikan menuju arah perbaikan generasi, bukan komersialisasi pendidikan yang membuat para orang tua banting tulang menutupi dana pendidikan dan para pelajar menjadi study oriented yang berujung apatis pada kondisi masyarakat.
Selanjutnya pemerintah menyediakan kebutuhan masyarakat, melalui pengelolaan sumber daya alam yang diperuntukan untuk rakyat, bukan untuk asing, termasuk masalah BBM bukanlah sebuah hal yang harus diributkan jikalau negara menasionalisasi kilang-kilang minyak yang dijual kepada asing. Dalam hal keamanan yang mulai mengusik masyarakat akhir-akhir ini, maka pemerintah menindaktegas para pelaku, dan menempatkan satuan keamanan/militer yang disebar di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal keamanan negara kurang menindaktegas, pasal dibuat hanya formalitas.
Tentunya kondisi ideal tidak akan muncul dalam Ideologi yang berorientasi pada materi belaka. Melalui Ideologi Islam yang memiliki konsepsi dalam berbagai bidang, yaitu bidang pemerintahan, ekonomi, hukum, pendidikan, militer, sosial maupun kesehatan. Ideologi Islam saat ini tidak dikenal, bahkan banyak kalangan yang hanya memandang Islam sebatas agama ritual, tanpa mampu menyelesaikan problematika negara. Padahal Rasulullah saw telah menjadi kepada negara di madinah, dan menyebarkan Islam ke daerah jazirah arab hingga dilanjutkan oleh kaum muslimin ke daerah-daerah asia, afrika utara, hingga spanyol.
Kondisi negeri pertiwi membutuhkan sebuah visi politik ideal, mandiri dan kuat, yaitu Islam. Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, sistem Islam bukan hanya untuk ummat muslim, namun warga non muslim dalam naungan Islam hidup berdampingan, seperti yang sudah dicontohkan oleh para khalifah selama 13 abad. Islam merupakan ideologi mendunia, dan bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah yang mampu mengangkat negeri ini dari keterpurukan menuju kegemilangan.

Liberalization of Higher Education in Law, It’s Real!

Penyusun tulisan: Feni Endah

Pada tanggal 10 April 2012 DPR-RI menggelar rapat paripurna yang mengadakan sidang pengesahan terakhir dari Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi menjadi Undang-Undang Pendidikan Tinggi . Pengesahan UU PT tidak lahir begitu saja, namun melalui proses panjang. UU PT merupakan pengganti dari UU BHP yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010 dikarenakan lemah secara yuridis dan terlihat kuat komersialisasi pendidikannya.
Perancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi oleh DPR telah dimulai dari bulan November 2011 hingga bulan ke tiga tahun 2012 . RUU PT disusun untuk memberikan payung hukum terhadap pendidikan tinggi. Bukan hanya DPR yang memikirkan secara matang mengenai perumusan RUU PT ini, tapi tujuh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (UI, UGM, ITB, UNAIR, UPI, IPB dan USU) membentuk tim kecil untuk merumuskan berbagai masukan dalam proses penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi 11-12 Maret 2011 di Universitas Sumatera Utara (USU). Perwakilan dari tujuh PT BHMN se Indonesia itu juga membahas kewenangan otonomi perguruan tinggi. Pertemuan yang dikemas dalam tema “Merajut Kebersamaan Langkah dan Tindakan dalam Memperkuat Otonomi Perguruan Tinggi”, ditambah dengan pembahasan aspek manajemen organisasi, akademik, kemahasiswaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, serta pengelolaan keuangan PT BHMN yang mengikuti pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) .
Dengan disahkannya RUU PT, maka melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2012 yang disahkan pada 12 April 2012, UPI berubah status dari BHMN menjadi PT (Perguruan Tinggi) yang diselenggarakan Pemerintah dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU) .

a) Kritik Atas Pasal UU PT
• Sekularisasi Pendidikan Tinggi
Pada Pasal 10 ayat 2 tertera mengenai rumpun ilmu, rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas:
a. ilmu agama;
b. ilmu humaniora;
c. ilmu sosial;
d. ilmu alam;
e. ilmu formal; dan
f. ilmu terapan.
Terpisahnya agama dari ilmu lainnya dan menjadi satu disiplin ilmu tersendiri menunjukan agama tidak diintegrasikan ke dalam ilmu-ilmu lainnya. Hal ini menunjukan pemisahan agama dari kehidupan pendidikan, sekulerisme dunia pendidikan telah nyata tercantum dalam konstitusi negara.
• Infiltrasi Asing melalui perjanjian
Pada pasal 50 tercantum mengenai pembukaan Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi, berikut beberapa ayat mengenai hal tersebut:
(1) Kerja sama internasional pendidikan tinggi merupakan proses interaksi dalam pengintegrasian dimensi internasional ke dalam kegiatan akademik untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa kehilangan nilai-nilai keindonesiaan.
(2) Kerja sama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada prinsip bebas aktif, solidaritas, toleransi, dan rasa saling menghormati dengan mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan yang saling memberi manfaat bagi kehidupan manusia.
(3) Kerja sama internasional mencakup bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Pada Pasal 94 berbunyi,
(1) Perguruan Tinggi negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terakreditasi dan/atau diakui di negaranya.
(3) Pemerintah menetapkan daerah, jenis, dan Program Studi yang dapat diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat-ayat di atas menunjukan bahwa Indonesia begitu membuka lebar jalan bagi asing untuk menanamkan pengaruhnya melalui pendidikan, bahkan menggunakan prinsip bebas aktif, tolerasndi dan saling menghormati, yang mengindikasikan bahwa Indonesia bersedia digempur asing secara aqliyah maupun nafsiyah.

• Pendidikan diprioritaskan untuk orang kaya

Pada Pasal 77 tertera ayat sebagai berikut,
(1) PTN wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua Program Studi.
(2) Program Studi yang menerima calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperoleh bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah daerah, Perguruan Tinggi, dan/atau Masyarakat.

Pada Pasal 79:
(1) Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau perguruan tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.
(2) Pemenuhan hak mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan:
a. beasiswa kepada mahasiswa berprestasi;
b. bantuan atau membebaskan biaya pendidikan; dan/atau
c. pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Pemerintah hanya memberikan jatah, minimal 20% bagi rakyat miskin yang memiliki yang memiliki potensi akademik tinggi, sisanya orang miskin tidak berhak mengenyam pendidikan tinggi. Hal ini pun disampaikan oleh salah satu anggota DPR, Tubagus Dedi S Gumelar mengenai anak keluarga miskin, menurutnya tidak semua anak pantas masuk ke universitas atau perguruan tinggi. “harus diseleksi pantas nggak anak itu, kalau disuruh bikin jurnal bakalan repot kalau dia tidak suka membaca, menulis, dan berpikir”
Bahkan dalam pasal 79 ayat 2 bagian c, mahasiswa dipinjamkan dana untuk membiayai pendidikan oleh pemerintah/perguruan tinggi, namun wajib melunasinya setelah lulus. Ironi, warganegara disuruh berutang kepada negaranya, yang seharusnya negara melindungi dan memberikan fasilitas pendidikan kepada warganegaranya, bukannya malah membebankan.

• Sumber Pendanaan Pendidikan Tinggi
Pada Pasal 88:
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan pendidikan tinggi.
(2) Pendanaan pendidikan tinggi yang diperoleh dari peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Perguruan Tinggi dalam bentuk:
a. hibah;
b. wakaf;
c. zakat;
d. persembahan kasih;
e. kolekte;
f. dana punya;
g. sumbangan individu dan/atau perusahaan;
h. dana abadi pendidikan tinggi; dan
i. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 90:
(1) Pemerintah memfasilitasi dunia usaha dan dunia industri dengan aktif memberikan bantuan dana kepada Perguruan Tinggi.
(2) Pemerintah memberikan insentif kepada dunia usaha dan dunia industri atau anggota masyarakat yang memberikan bantuan atau sumbangan penyelenggaraan pendidikan tinggi dan Perguruan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 91:
Pemerintah dan Pemerintah daerah dapat memberikan hak pengelolaan kekayaan negara kepada Perguruan Tinggi untuk kepentingan pengembangan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Perguruan Tinggi berubah orientasi menjadi wahana bisnis, bahkan pemerintah sendiri yang mendorong untuk pengembangan bisnis. Perguruan Tinggi menjadikan fasilitas kampusnya dikomersialisasi, bahkan membuka arena perdagangan di kampus. Sumber dana lainnya bisa didapatkan dari MoU dengan pihak luar untuk mendapatkan dana, yang berujung pada perguruan tinggi harus memenuhi kepentingan dari pihak yang diajak kerjasama. Selain itu dengan pemasukan dana dari orang tua mahasiswa yang nominalnya naik setiap tahun, tentu menambah kas perguruan tinggi. Mahalnya biaya pendidikan tinggi bukanlah penghakiman sepihak, tapi ini adalah realitas yang terjadi di perguruan tinggi.

• Statuta Perguruan Tinggi dan Majelis Pemangku
Pada Bab IV UU PT tentang Pengelolaan Perguruan Tinggi pada pasal 42 dan pasal 43, dijelaskan bahwa Statuta Perguruan Tinggi (statuta) pada dasarnya mengatur seluruh kegiatan akademik maupun nonakademik. Nonakademik adalah segala hal di luar urusan akademik, termasuk keuangan, prasarana dan kemahasiswaan, juga diatur oleh statuta ini. Statuta merupakan dasar dari dikeluarkannya peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri yang secara langsung mengatur kehidupan akademik dan nonakademik kampus. Dengan kata lain, kehidupan kita sebagai mahasiswa sangatlah erat hubungannya dengan bagaimana isi statuta, baik itu kegiatan, berbagai kewajiban, hak-hak dasar, bahkan hingga organisasi kemahasiswaan.
Lalu siapa yang bertanggung jawab membuat dan merubah statuta ini? Suatu organ perguruan tinggi bernama Majelis Pemangku-lah yang memiliki fungsi tersebut (pasal 51 dan 43), serta menjalankan fungsi penentu kebijakan umum dan pengawasan nonakademik (pasal 47 ayat 2a). Saat ini, kurang lebih Majelis Pemangku sama fungsinya dengan Majelis Wali Amanah (MWA). Majelis Pemangku beranggotakan Menteri Pendidikan Nasional, gubernur, pemimpin (rektor), wakil dosen, wakil tenaga kependidikan (pegawai non-dosen), wakil masyarakat, dan tambahan Menteri Keuangan untuk Majelis Pemangku PTN Berbadan Hukum. Pada draft RUU ketiga yang diajukan DPR, sesungguhnya perwakilan mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika, dilibatkan dalam Majelis Pemangku. Apa yang dikhawatirkan peran Majelis Pemangku dengan tidak adanya posisi mahasiswa di dalamnya? Dua hal yang dapat disimpulkan menjadi bumerang bagi pendidikan tinggi di Indonesia; sistem portofolio dalam otonomi nonakademik bidang keuangan perguruan tinggi dan ketidakjelasan definisi wakil masyarakat dalam Majelis Pemangku.
Pertama, sistem portofolio (pasal 85), yaitu dimaksud dengan “portofolio” adalah penempatan investasi di berbagai bidang usaha atau bidang industri. investasi jangka panjang melalui pendirian badan usaha, dapat menciptakan suatu peluang masuknya pihak-pihak luar kampus ke dalam dinamika kampus tersebut. Peluang masuknya pihak luar adalah pihak-pihak yang memiliki dana untuk diinvestasikan di perguruan tinggi dan terlibat dalam urusan politik. Secara singkat : politik dekat dengan kekuasaan, kekuasaan dekat dengan uang, dengan adanya kekuasaan dan uang sangat mungkin pihak-pihak tertentu dapat “masuk” ke dalam kampus.
Kedua, dengan tidak terdefinisikan dengan jelasnya ‘wakil masyarakat’ dalam keanggotaan Majelis Pemangku, pihak-pihak tertentu tadi dapat menjadi anggota Majelis Pemangku. Dengan fungsi superior-nya, Majelis Pemangku memiliki “kekuasaan” lebih dalam mengatur perguruan tinggi, dan dengan tersisipkannya pihak dengan kepentingan tertentu di dalamnya, bukan tidak mungkin fungsi-fungsi mahasiswa, kehidupan kampus, bahkan riset-riset dosen dapat didikte secara halus dilandasi akan kepentingan golongan, bukan lagi pada dasar kebenaran ilmiah dan keilmuan

b) Pemerintah Mewujudkan Agenda Liberalisasi Pendidikan Tinggi
Diskursus mengenai liberalisasi pendidikan tinggi sudah muncul semenjak ditandatanganinya General Agreement on Trades in Services (GATS) oleh negara anggota WTO (World Trade Organization). Dalam persetujuan itu, ada 12 sektor jasa yang sepakat untuk diliberalisasi, salah satunya sektor pendidikan tinggi. Liberalisasi pendidikan tinggi bermakna transformasi pendidikan sebagai “komoditas”. Artinya, pembiayaan pendidikan tinggi juga akan dilepaskan dari sentralitas negara. Hal ini terjadi karena pendidikan telah menjadi jasa komersil yang memiliki prospek menguntungkan, maka proses pendidikan tinggi juga harus masuk pada logika “pasar”, sehingga pembiayaan pendidikan tidak lagi bertumpu pada subsidi pemerintah, tetapi pada pembiayaan yang mandiri dari universitas.
Konsekuensi dari liberalisasi pendidikan adalah lepasnya peran negara dalam membiayai pendidikan. Sebagai gantinya, perguruan tinggi akan mencari sumber pembiayaan lain untuk memastikan operasionalisasi akademik tetap berjalan. Dengan demikian, kenaikan biaya masuk pendidikan tinggi menjadi tak terhindarkan. Selain kuliah kian mahal, kampus juga berpotensi besar melakukan komersialisasi atas fasilitas pendidikan .
UU PT akan membuat kampus seperti pabrik, pendidikan sebagai komoditas, dan mahasiswa hanyalah konsumen sekaligus korban, maka tidak selayaknya pendidikan dijadikan sebagai barang dagangan pemerintah. Sehingga berujung pada output pendidikan tinggi yang berorientasi pada materi, dan bagi yang tidak mengenyam pendidikan hanya akan menjadi buruh-buruh yang dihargai murah, sehingga pendidikan dalam sistem kapitalisme hanya membuat generasinya mengalami pembodohan sistematis.

c) Islam Menyelesaikan Tuntas Problematika Liberalisasi Pendidikan
Permasalahan liberalisasi pendidikan akan dialami dalam sebuah sistem yang berorientasi pada kapital, yaitu sistem kapitalisme yang kini diemban oleh negeri Indonesia. Pendidikan tinggi dalam sistem kapitalisme terbatas hanya kalangan menengah ke atas, sehingga akan terjadi ketimpangan sosial. Pendidikan terkena imbas dari sebuah sistem yang diterapkan negara, karena pendidikan adalah bagian dari penggerak pilar sistem, termasuk implikasi pada pendidikan tinggi dari UU PT yang sudah disahkan oleh anggota legislatif
Pengelolaan pendidikan tinggi membutuhkan sebuah paradigma baru yang jauh dari diskriminasi orang kaya dan miskin, juga terhindar dari sekularisasi. Penyelenggaraan pendidikan termasuk pendidikan tinggi merupakan kewajiban pemerintah,seperti yang tertera dalam hadits, “Imam adalah penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Al Bukhari) . Negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu, yaitu sandang, pangan, dan papan, di mana negara memberi jaminan tak langsung, dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, jaminan negara bersifat langsung. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara (Abdurahman Al-Maliki, 1963) . Pengelolaan ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang berideologikan Islam yang disebut Khilafah Islamiyah. Dimana negara khilafah Islam ini berbasiskan ‘aqidah Islam, dan memiliki seperangkat aturan dari Sang Kholik, yang tersusun rapi dalam al-qur’an dan as-sunnah. Begitupun masalah pengelolaan pendidikan tinggi, syari’at Islam telah mengatur hal tersebut.
Pengelolaan pendidikan dalam Islam memiliki karakteristik yang khas, seperti:
1. Pendidikan Bagi Siapa Pun
Tidak ada batasan usia dalam pendidikan Islam, dan pendidikan dapat diakses oleh siapapun yang menjadi warga Negara Khilafah Islam, tanpa memandang kaya-miskin, tua-muda, Muslim-kafir.
2. Sistem Pendidikan Islam Tidak Berorientasi Pada Nilai Angka/Berujung pada Materi
Pencapaian target pendidikan tidak dilihat dari nilai angka. Seseorang dapat dinyatakan lulus jika telah menguasai ilmu yang telah dipelajarinya. Ujian dilakukan secara lisan. Saat ini di sistem kapitalisme pendidikan berorientasi pada nilai dan materi, karena pendidikan untuk pekerjaan. Hal ini wajar, karena negara tidak mengurusi kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga wargenegara kapitalis melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan dalam Islam, negara berkewajiban mengelola sumber kebutuhan pokok warganegaranya dan didistribusikan secara gratis.
3. Pembiayaan Pendidikan Islam Gratis
Pendidikan dalam Islam diselenggarakan oleh Negara dengan gratis, sehingga dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Negara membiayai pendidikannya dari hasil SDA yang melimpah ruah.
Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara (Baitul Mal). Dalam sejarah, pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sumber pembiayaan untuk kemaslahatan umum (termasuk pendidikan), berasal dari jizyah, kharaj, dan usyur (Muhammad, 2002).
Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu : (1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS 9 : 60). (Zallum, 1983; An-Nabhani, 1990).
Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berhutang (qardh). Hutang ini kemudian dilunasi oleh negara dengan dana dari dharibah (pajak) yang dipungut dari kaum muslimin (Al-Maliki,1963).
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (An-Nabhani, 1990)
Khilafah Islam mampu menopang biaya pendidikan tinggi, negaralah yang menjadi tumpuan ummat, bukan asing, atau banting tulang orang tua hingga menghalalkan segala cara. Dengan menerapkan syari’at Islam pendidikan tinggi memiliki prospek yang cemerlang, baik dari kualitas generasi, maupun pembiayaan pendidikan.
Wallohu’alam bishowab.

Sumber:
http://bemkmugm.org/?p=97
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/04/ruu-pt-sebuah-ruh-undang-undang-bhp-yang-diperindah/
http://www.infogue.com/viewstory/2011/03/15/7_perguruan_tinggi_bhmn_rumuskan_penyempurnaan_ruu_pt/?url=http://beritasore.com/2011/03/15/7-perguruan-tinggi-bhmn-rumuskan-penyempurnaan-ruu-pt/
http://www.upi.edu/spot/id/81/UPI-Berubah-dari-BHMN-Menjadi-PT-yang-Diselenggarakan-Pemerintah
http://news.detik.com/read/2012/03/22/152514/1874570/10/ruu-pendidikan-tinggi-akan-disahkan-4-april-2012
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/04/16/telaah-kritis-ruu-pendidikan-tinggi-2012/
http://www.tribunnews.com/2012/04/04/ruu-pendidikan-tinggi-bentuk-liberalisasi-gaya-baru
http://www.globalmuslim.web.id/2011/08/pendidikan-gratis-dan-bermutu-dalam.html
http://immaro.multiply.com/journal/item/35/PEMBIAYAAN_PENDIDIKAN_DALAM_ISLAM?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
http://immaro.multiply.com/journal/item/35/PEMBIAYAAN_PENDIDIKAN_DALAM_ISLAM

Pembiasan Sistem (melalui Security System)

Saat membaca buku-buku bergenre politik, kau akan dapatkan, bahwa teori-teori, konsep pemerintahan, teori kekuasaan, hukum, bentuk negara, pembagian kekuasaan, dan topik lainnya yang berhubungan, seakan semua itu adalah hal yang baku. Menjadi sebuah the last system, seakan itu adalah hal umum dan menjadi acuan baku (absolut) bagi konsepsi politik era modern, setelah runtuhnya era monarki.
Saat kau terjebak dengan konsep yang disuntikan oleh para pengusung demokrasi-kapitalis, hingga kaum intelektual meng-amin-kan apa yang diterapkan oleh barat.
Permasalahan muncul, maka teori baru muncul, jalan keluar adalah melalui pendekatan teori baru, yang sebenarnya teori baru ini sebagai anak lain dari sistem.
Bahkan dikatakan dalam buku2 itu, bertuliskan dasar-dasar…(suatu bidang), peraturan dasar…(suatu bidang), pilar-pilar…(suatu bidang), konsep dan teori…(suatu bidang), etc
Asal-usul, Bantahan, Tambahan, tak jauh dari para pemikir yang lahir dari era gagal, eropa abad kegelapan menjadi kunci munculnya generasi “kembali bangkit”(inspirasi eropa kuno, yunani-romawi). Pemikir yang dibanggakan, yang dikutip, yang di-shohih-kan oleh kaum muslimin, aneh memang.

Kenapa memusingkan teori yang dibuat?

bukankah mereka membuat teori dari sebuah peristiwa (fakta) yang berulang?

peristiwa berulang, menjadi sebuah generalisasi,

berlanjut pada konsep, dan berakhir di teori

pertanyaannya, kemunculan fenomena yang sama (fakta bisa berbeda) haruslah dicermati melalui analisis yang tajam.

bukanlah sebuah kebetulan suatu masyarakat berirama sama, apabila composernya sama, it is right?

Teori Belajar Efektif (Persfektif Mahasiswa S1-berdasarkan pengalaman) “bagi saya teori bebas dibuat siapa saja”

Memahami merupakan komponen penting dalam pencapaian belajar. Merubah seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya bingung menjadi mengerti adalah salah satu indikator orang ini telah mencapai salah satu capaian belajar. Wawasan yang berkeliaran di fikiran “dipungut” satu persatu dan ditambah dengan wawasan baru, konsep bahkan teori hingga menjadi kesatuan utuh menjadi pemahaman.
Belajar efektif belum pernah saya temukan sebelumnya selama duduk di bangku sekolah formal, dari TK, SD, SMP, SMA, bahkan kuliah pun saya masih bingung bagaimana utk belajar mengerti mengenai materi. Selama ini justru mengerti secara instan untuk bisa menjawab pertanyaan guru/pendidik. setelah itu lupakanlah karena tidak akan ditanyakan lagi, kecuali di ujian umu, ujian sekolah atau ujian akhir sekolah. itupun belajar lagi di waktu dekat dan bersifat instan, dan lupa.
Sampai saat ini tidak ada rumus kimia yang menempel di fikiran saya, 3 tahun belajar kimia di sma, atau rumus fisikan, atau geografi, tak ada yang membekas. Pelajaran lainnya pun demikian, yang sangat membekas adalah saya bisa membaca, menulis dan berhitung. Jadi dari saya TK (3 tahun karena saya TK-nya dari usia 2 tahun), SD (6 tahun), SMP (3 tahun), SMA (3 tahun), finally 16 tahun saya belum jadi ilmuwan hebat, mujtahid, hafizoh pun tidak. Kuliah, mungkin bisa jadi bahasan lain, karena ada dunia lain di kuliah.
Pemahaman mengenai pola fikir yang benar saya dapatkan di luar jam kuliah. Saya tidak akan membahas apa yang terjadi di luar jam kuliah saya.
Pada awalnya saya berfikir kepintaran atau kemampuan memahami suatu ilmu atau pengetahuan adalah bakat, dan itu takdir, bukan untuk diusahakan. Namun saya baru memahami bahwa manusia diberi akal yang sama, diberi panca indera dan punya memori.
Awalnya saya berfikir saya adalah manusia bodoh, yang terlahir untuk tidak mengerti, ujungnya saya apatis. finally, i’m skeptic to my capability.
Awalnya saya mikir orang hebat adalah orang yang jago ilmu alam, masuk ipa karena paradigma itu, tapi sungguh saya tidak suka. satu kali pun belum pernah mendapat piala olimpiade, atau rangking 5 besar. Sampai kuliah saya masih berfikir sama, i am a stupid girl.
Semester satu saya bertekad mau keluar dari jurusan ini, jurusan sejarah saya ambil karena satu tujuan: ingin mengenal dunia. jurusan ini adalah jurusan pelarian dari jurusan Hubungan Internasional UGM.
Saya fikir kepintaran saya adalah tanggung jawab lembaga dan pendidik. Namun bertahun2 berpengalaman sama, akhirnya ngerti di zaman sekarang cerdas dan mengerti kuncinya bukan di lembaga dan pendidik. Tapi pada usaha peserta didik. Bukan berarti saya mengindahkan kualitas lembaga dan pendidik, mereka adalah orang-orang hebat yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan, tapi aktor utama adalah anda wahai peserta didik (that’s what i mean).
Berdasarkan pengalaman, saya mempercayai bahwa belajar efektif adalah dengan Otodidak.
Ini pola belajar Otodidak ala saya:
Anda ingin tau suatu hal, sebut saja tentang A:
1. Berimajinasilah anda seorang detektif yang akan memecahkan suatu kasus tentang A.
2. Saya adalah seorang agen yang harus memecahkan dengan serius masalah ini. Tidak peduli orang lain menertawakan apa yang saya cari. Pembuktian akan usahamu akan berguna bagi manusia.
3. Carilah “barang bukti” untuk mengetahui masalah A, kau bisa baca buku, jangan hanya dari sumber yang disarankan guru formal, carilah sumber yang lain, bahkan dari buku kuno, dari perpus luar.
4. Inkuiri: anda bukan hanya memiliki guru formal saja di lembaga, tanyalah kepada siapapun
5. Kau ibarat intel yang silahkan bertanya kepada “saksi” dari peristiwa atau masalah A. Jangan sungkan bertanya kepada para pakar, regional, nasional maupun internasional. Tanyakanlah, bahkan kepada penulis buku, kepada para ahli atau peneliti sebelumnya. Kau belajar dari mereka.
6. Kita punya misi lebih besar daripada “selesainya” misi, “dikumpulkannya hasil pencarian dan penyajian”, juga “nilai” dari misi itu. Itu terlalu sederhana bagi seorang detektif. Ingat, kau bekerja bukan untuk nilai. Yakinlah nilaimu akan besar jika kau menyelesaikan misi dengan baik. And that’s happend.
7. Perhatikan pola ilmiah yang ditentukan dari lembaga formal.
8. Senangilah “kasus” mu itu. Maka kau akan menseriusi, dan katakan pada masalah yang sedang kau pecahkan, I DARE U.
9. Jadikanlah “kasus” ini misterius, dan berantai keberadaan sumbernya. Hingga kau akan mencarinya sampai dapat, dan utuh memahaminya.
10. Ingat, kau punya deadline waktu, apabila kau tidak bisa memecahkan “kasus”, detektif lain akan cepat mendahului. Dan kau adalah detektif lemah, you looser.

Itu yang kupahami dari belajar sejarah.

Belajar yang lain, bisa sendiri. Belajar sendiri menurutku lebih efektif. Asalkan kau tau polanya. Bahkan kau bisa belajar ilmu yang tidak kau pelajari secara formal di lembaga. Kau bisa lintas bidang saat kau memiliki passion dan keseriusan bahwa kau agen.
Belajar sendiri bukan berarti tanpa guru, maksud saya guru itu tidak harus di lembaga formal menurut saya. Semua hal adalah guru, sarana, orang-orang, media, dan tentunya guru di lembaga formal.
Satu hal, kau ingin menjadi orang yang memiliki kemampuan multidisiplin ilmu? manajemen waktu, keseriusan, pola belajar, semangat belajar dan tentu yang penting berdo’alah semoga ilmu itu membuatmu semakin mengerti hakikat hidup. Remember you just have limited time, and die always chase you. You must run, and do the best all the time.

wallohu’alam bishawab

Pembatasan Subsidi BBM Tahun 2011 Sebagai Rangkaian Paket Pengokohan Liberalisasi Ekonomi

Oleh : Feni Endah

1. Latar Belakang Pengurangan Subsidi BBM di awal tahun 2011

Bertahun-tahun persoalan energi di Indonesia seolah-olah hanya berputar-putar pada soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk rakyat. Argumentasi Pemerintah selalu bahwa dalam APBN subsidi harga BBM semakin tinggi.
Kini, pemerintah berencana menerapkan pembatasan BBM bersubsidi untuk jenis premium bulan April depan. Alasan diberlakukannya kebijakan ini adalah Pertama Premium selama ini digunakan oleh kendaraan umum dan kendaraan pribaddi. Pemerintah mengatakan bahwa subsidi yang diberikan selama ini tidak sampai kepada mereka yang berhak, yaitu orang-orang miskin. Sebab 40% dari jumlah penduduk hanya menikmati 16% dari jumlah sunsidi, sementara kelas mengengah yang mencapai 60% dari jumlah penduduk menikmati 84% dari jumlah subsidi. Langkah itu untuk mengurangi beban subsidi dalam APBN. Tentu langkah itu akan memiliki dampak besar bagi masyarakat, terutama rakyat miskin.
Alasan kedua adalah menghemat APBN. Pada APBN 2011, subsidi untuk BBM, mencapai Rp 97,26 triliun, naik dari APBN 2010 sebanyak 88,9 triliun. Anggaran itu untuk mensubsidi 38,591 juta kiloliter. Rinciannya, 23,191 juta kiloliter premium, 13,085 juta kilokiter solar, dan sisanya minyak tanah. Asumsinya, harga minyak 80 dolar AS/barel dan kurs Rp 9.200 perdolar AS.
Menurut pemerintah di tahun 2011 dengan pembatasan subsidi BBM akan mengurangi beban APBN yang dapat dihemat mencapai Rp 3,8 triliun. Alasan tersebut sebenarnya merupakan kebohongan publik yang terus menerus dilakukan. Faktanya berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja APBN 2010 baru mencapai 56.01 persen dari penggunaan anggaran APBN-P 2010 sebesar 993,136 triliun atau sekitar Rp 556,285 triliun per 22 November 2010. Artinya sampai November 2010 masih ada dana yang belum terserap sebanyak 437 triliun, sementara penghematan subsidi hanya Rp 3,8 triliun. Itu pun akan berkurang menjadi 3,2 triliun karena pembatasan BBM bersubsidi diundur April 2011.
Kebijakan menguntungkan ini (baca: pembatasan subsidi BBM) tentunya ingin segera direalisasikan oleh Pemerintah, namun Pemerintah tidak mau bersikap gegabah. Oleh karena itu kebijakan ini harus ditopang oleh para ahli terutama dari kaum intelektual yang mengkaji kebijakan ini dan mendukung terealisasinya proyek menguntungkan ini. Untuk memuluskan rencana tersebut pemerintah telah menunjuk Tim “Independen” Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi terdiri dari ITB, UGM, dan UI untuk mengkaji opsi pengaturan BBM termasuk mengecek ke sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk melihat kesiapan SPBU dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Ketua Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi, Anggito Abimanyu memastikan ada tiga opsi pembatasan yang akan diajukan kepada pemerintah dan DPR untuk segera direalisasikan. Hal ini dilakukan agar realisasi volume BBM bersubsidi tidak melampaui angka 38,5 juta kiloliter.
Opsi pertama adalah menaikkan harga premium Rp 500 per liter namun untuk angkutan umum diberikan semacam cash back atau jaminan kembalian, sehingga tarifnya tidak naik.
Opsi kedua, lanjut Anggito, perpindahan penggunaan BBM bagi kendaraan pribadi dari Premium kepada Pertamax, agar ada pengurangan konsumsi BBM bersubsidi oleh pengguna kendaraan pribadi yang saat ini mencapai angka 3 juta kiloliter per tahun. Menurut dia, opsi tersebut ditetapkan dengan menjaga harga pertamax berdasarkan survey atas kemampuan daya beli masyarakat sekitar Rp 8.000 per liter.
Opsi ketiga, ia mengatakan, pemerintah dapat melakukan penjatahan konsumsi premium dengan sistem kendali penjatahan yang berlaku tidak hanya untuk kendaraan umum tapi juga kendaraan pribadi.
Hizbut Tahrir. (2011). Tiga Opsi Pembatasan BBM Bersubsidi. [Online] : Tersedia: http://hizbut-tahrir.or.id/2011/03/07/tiga-opsi-pembatasan-bbm-bersubsidi/ [10 Maret 2011]
Selain itu terdapat perubahan kebijakan untuk mobil pribadi, pada awalnya ditetapkan bahwa yang akan menerima kebijakan bbm non subsidi adalah mobil dengan produksi tahun 2005 ke atas, kini dirubah menjadi seluruh mobil plat hitam. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Migas ESDM Evita Legowo yang mengatakan “seluruh kendaraan plat hitam tidak menerima lagi BBM subsidi, bukan hanya mobil tahun 2005 ke atas tapi seluruh kendaraan plat hitam, dan kendaraan yang dapat subsidi hanya plat kuning, roda dua, roda tiga, dan layanan umum seperti mobil pasar, ambulance, dan pemadam kebakaran”. Selain itu Vice President Pemasaran BBM Retail PT PERTAMINA Basuki Trikora Putra mengatakan : “siap mendukung pelaksanaan program pengendalian BBM bersubsidi di Jabodetabek yang akan dimulai pada awal bulan April.”
TV ONE. (2011). Pembatasan BBM Subsidi. [Online] : Tersedia: http://video.vivanews.com/read/12506-pembatasan-bbm-subsidi [10 Maret 2011]
Tahapan penerapan kebijakan ini telah diagendakan oleh Pemerintah lewat Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan untuk tahap awal akan diberlakukan di Jabodetabek pada akhir kuartal pertama 2011 (red: kuartal adalah per 3 bulan) kemudian dilanjutkan ke Jawa-Bali pada Juni 2011, sementara secara Nasional akan diterapkan pada 2013 sembari menunggu kesiapan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Pembatasan subsidi BBM ditegaskan kembali oleh Hatta Rajasa bukan hanya premium, pada bulan Juni masuk pada pembatasan subsidi Solar dan terus secara bertahap sampai 2013 akan selesai (red: pembatasan subsidi energi)
TV ONE. (2010). DPR Setujui Pembatasan BBM Subsidi. [Online] : Tersedia: http://video.vivanews.com/read/12246-dpr-setujui-pembatasan-bbm-subsidi_1 [10 Maret 2011]
Kebijakan ini tidak sampai tahun 2013 saja, namun rakyat siap-siap untuk menerima kado pahit dari pemerintah yang tentunya dari waktu ke waktu semakin tidak pro rakyat. Pemerintah mengisyaratkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2015 mendatang ditetapkan sesuai dengan harga pasar. Pemerintah tidak akan lagi memberi subsidi pada bensin, solar, dan minyak tanah. “Pada 2014-2015 harga BBM akan rencananya mencapai harga keekonomian,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh di Kementerian Energi, Jakarta Senin 22 Maret 2010.
TN. (2010). 2015, Subsidi BBM Dicabut. [Online]: Tersedia : http://diskas.forumm.biz/t246-2015-subsidi-bbm-dicabut [10 Maret 2011]

2. Analisis Pembatasan Subsidi BBM
• Tinjauan atas alasan diterbitkannya kebijakan pembatasan BBM
Alasan pertama pemerintah memberlakukan pembabatasn subsidi premium adalah dikarenakan tidak tepat sasaran yang justru lebih banyak dikonsumsi oleh orang kaya ternyata menuai protes dari para ekonom. Ekonom dari Econit Hendri Saparini mengatakan menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), 65 persen BBM bersubsidi dikonsumsi oleh kalangan menengah bawah dengan pengeluaran per kapita di bawah 4 dollar AS dan miskin dengan pengeluaran per kapita di bawah 2 dollar AS. Sementara itu, 27 persen digunakan kalangan menengah, 6 persen kalangan menengah atas dan 2 persen kalangan kaya.
http://globalmuslimcommunity.blogspot.com/2011/03/survei-membuktikan-bbm-bersubsidi-hanya.html
Alasan kedua adalah subsidi BBM selama ini menjadi beban APBN, subsidi ini begitu memberatkan pemerintah dan dengan membatasi subsidi premium telah menghemat APBN.
Sebetulnya istilah subsidi BBM sebagai beban tidaklah tepat dilontarkan oleh Pemerintah, karena mensejahterakan rakyat adalah kewajiban negara dalam menjalankan fungsinya. Justru selama ini yang menjadi beban APBN adalah Bunga Utang Luar Negeri dan Pokoknya. Hampir setiap tahun APBN kita digerogoti oleh Bunga dan Utang Luar Negeri (rata-rata di atas 25%). Sebagian besar utang tersebut dinikmati para kapitalis melalui dana rekapitulasi perbankan dan para koruptor (30% dana utang luar negeri dikorupsi). Adapun dana subsidi hanya kurang dari 15% dan itu pun untuk seluruh rakyat Indonesia.

• Tahapan Indonesia 2011-2015 Mencapai Liberalisasi Migas Secara Mengakar Kuat
Pemerintah kini lebih berani dan terang-terangan dalam mengeluarkan kebijakannya. Tahun ini Pemerintah merencanakan untuk mengurangi subsidi premium dan solar di Pulau Jawa dan Bali. Dilanjutkan 2013 pengurangan subsidi premiumdan solar di seluruh wilayah Indonesia. 2015 BBM diberlakukan harga keekonomian disesuakan dengan harga pasar yang artinya BBM (solar, minyak tanah dan premium) tanpa subsidi sedikit pun. Masyarakat Indonesia tentunya akan menjadi beringas saat diberlakukan kebijakan secara langsung penghapusan subsidi BBM, dan jelas ini akan menimbulkan protes besar-besaran dari masyarakat, bahkan bisa jadi penggulingan rezim kembali terjadi. Namun pemerintah bukanlah orang-orang gegabah yang menerapkan kebijakan
tanpa mempertimbangkan resiko. Oleh karena itu dibuat tahapannya menuju penghilangan subsidi BBM yang penuh bumbu alasan ilmiah agar diterima masyarakat (agar tepat sasaran subsidi diterima orang miskin, penghematan APBN dll) meskipun dengan jangka waktu yang panjang.
Pola seperti ini sudah berjalan dari masa Orde Baru hingga Reformasi. Pemerintah sedikit demi sedikit menaikan harga BBM yang tentu selalu berefek buruk untuk rakyat.

3. Agenda Kaum Kapitalis dibalik Liberalisasi Migas
Kebijakan pembatasan BBM Subsidi disinyalir bukan semata-mata murni menghemat kocek negara. Ada maksud lain, setidaknya untuk kepentingan asing. Dengan kata lain, pihak asing bermain di balik pembatasan BBM Subsidi. Kebijakan Pemerintah ini justru membawa berkah bagi perusahaan minyak seperti Shell, Total dan Petronas. Sebab harga BBM Non-Subsidi di SPBU Pertamina tidak akan berbeda jauh dengan SPBU milik perusahaan asing. Dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan, baik pelayanan dan kualitas, konsumen bakal berbondong-bondong menyerbu SPBU asing. Country Chairman and President Director PT Shell Indonesia Darwin Silalahi mengakui, kampanye pembatasan konsumsi BBM Subsidi dalam beberapa bulan terakhir membuat penjualan BBM Non-Subsidi meningkat. Bahkan diprediksi, penjualannya bakal meningkat lebih tinggi jika Pemerintah resmi menerapkan pembatasan konsumsi BBM Subsidi.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Erie Purnomo Hadi menuding Pemerintah, dalam hal ini BPH (Badan Pengelola Hilir) Migas sebagai regulator, lebih condong memihak SPBU Non-Pertamina justru yang menuai keuntugan sebanyak-banyaknya. Apalagi SPBU Non-Pertamina tidak dikenai beban social untuk buka SPBU Subsidi. “BPH Migas bertindak tidak fair, BPH Migas justru membantu SPBU non-Pertamina berkembang lebih jauh lagi,” tegasnya
Media Umat Edisi 49 melansir bahwa Agustus lalu Bank Pembangunan Asia (ADB) menyerankan pemerintah agar menghapus subsidi bahan bakar minyak. Demikian salah satu poin rekomendasi kajian Indonesia: Critical Development Constraints yang dikeluarkan oleh ADB, Bank Pembangunan Islam (IDB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Apalagi Indonesi telah terikat dengan LOI-Letter of Intent yang ditandatangai pemerintah Indonesia dengan International Monetery Fund (IMF). “Indonesia harus menghapuskan setahap demi setahap subsidi minyak dan memperbaiki tarif listrik agar tingkat perdagangan dapat berjalan”. Dokumen ini sudah menunjukan keberpihakan pemerintah Indonesia terhadap asing, yang sama sekali tidak memihak kepada rakyat.

4. Efek dari Pembatasan Subsidi BBM
Dengan penerapan kebijakan ini tentu saja akanmenuai banyak resiko. Dampakyang dimunculkan diantaranya: Pertama, Migas, baik disektor hulu maupun hilir, akhirnya dikuasai swasta maupun asing. Di sektor hulu menurut data produksi ESDM 2009, dari total produksi minyak dan kondensat di Indonesia, Pertamina hanya mampu memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh swasta khususnya asing seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Adapun liberalisasi sektor hilir membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran Migas. Pada tahun 2004 saja sudah terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir Migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika) dan lain-lain. Namun, karena masih terkendala dengan kebijakan Pemerintah yang masih memberikan “subsidi” premium, mereka hanya bisa menjual pertamak. Karena itu, mereka menuntut agar ada regulasi yang membatasi pemakaian BBM bersubsidi agar mereka bisa meraup keuntungan yang besar. Pasalnya, dengan pembatasan BBM bersubsidi ini, konsumen dipaksa membeli pertamak. Jadi, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi sebenarnya merupakan upaya untuk meliberalkan migas secara ‘kaffah’.
Kedua, turunnya penerimaan negara dari pengelolaan SDA. Akhirnya, pendapatan negara pun bertumpu pada pajak. Tahun 1988/1989, sebelum ada liberalisasi SDA pemasukan negara yang bersumber dari non pajak masih sekitar 50%. Namun, sejak adanya liberalisasi SDA maka mulai tahun 2002 pemasukan negara dari non pajak hanya 29%; sisanya yang 71% dari pajak. Pada tahun 2010 kemarin, sumber pemasukan dari pajak meningkat lagi menjadi 75%. Lalu dalam RAPBN 2011 ditingkatkan lagi menjadi 77%. Dengan demikian, rakyat terus dizalimi dengan kewajiban membayar pajak, sekaligus dengan keharusan membeli BBM dengan haraga yang makin mahal.
Ketiga, meningkatnya utang negara baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri dalam bentuk SUN (surat utang negara) atau obligasi Pemerintah. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010 utang Pemerintah mencapai 1.676 T. Utang ini baik bunga maupun cicilannya membebani APBN lebih dari 25%. Pada tahun 2010, bunganya saja yang dibayar oleh negara sebesar 124,68 triliun.
Keuntungannya bagi negara hampir tidak ada, kecuali bagi sekelompok individu yang memimpin negara dan para politikusnya. Ingat, banyak kasus perampokkan kekayaan negara melalui kebijakan/liberalisasi priviatisasi seperti kasus Krakatau Steel dll. Dengan demikian, justru kerugianlah yang diterima negara baik secara ekonomi maupun politik. Akibat liberalisasi, secara ekonomi negara kehilangan sebagian besar sumber pendapatannya dari pengelolaan SDA. Secara politik, karena migas ini termasuk industri strategis dan kebutuhan publik, negara kehilangan kemandirian dan malah makin tinggi ketergantungannya kepada asing. Sebaliknya, secara ekonomi dan politik liberalisasi Migas hanya mengokohkan penjajahan ekonomi dan politik atas negara.

5. Islam mewujudkan BBM terjangkau oleh seluruh kalangan
Indonesia merupakan negeri dengan kekayaan energi minyak yang melimpah ruah. Termasuk cadangan minyak Indonesia bisa ditemui di setiap pulau di Indonesia, namun sungguh disayangkan pengolahan, distribusi dan keuntungannya didominasi oleh perusahaan swasta atau asing. Berikut rinciannya:
NAMA PULAU DAERAH PERUSAHAAN PENGELOLA
1. SUMATERA 2. Sungaipakning (Riau) PT Caltex
3. Dumai (Riau) PT Chevron
4. Duri (Riau) PT Chevron
5. Minas (Riau) PT Chevron
6. Rumbai (Riau) PT Chevron
7. Plaju PT Shell
8. Sungai Gerong PT Stanvac
2. JAWA 1. Wonokromo PT Shell
2. Cepu (Jateng) PT Exxonmobil
3. KALIMANTAN 1. Balikpapan PT Shell
2. Mahakam PT Total
4. MALUKU 1. Kepulauan Aru PT Total
5. PAPUA 1. Kepala Burung PT Petro China
TN. (2010). Eksplorasi sumur baru di Maluku. [Online] Tersedia: http://www.tender-indonesia.com/tender_home/innerNews2.php?id=6540&cat=CT0008 [9 Maret 2011]
Sangat disayangkan, melihat fakta di atas justru kita hanya bisa gigit jari. Pemerintah malah menjual SDA kita ke asing yang jelas-jelas merampok kekayaan alam kita.Tentunya dengan kekayaan melimpah ruah inilah Indonesia bisa menjadi negara mandiri, tentunya dengan pengelolaan pemerintah, dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Hal ini berbeda secara diametral dengan sistem ekonomi Islam. Dalam politik ekonomi Islam, negara wajib memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi tiap individu dan masyarakat serta menjamin kemungkinan pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan individu bersangkutan.

Untuk menjamin terlaksananya kewajiban negara tersebut, dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan umum seperti tambang, migas, laut dan hutan wajib dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Hal ini untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Rasulullah saw. telah menjelaskan prinsip ini dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).
Jika semua kepemilikan umum dikuasai dan dikelola oleh negara, tentu akan tersedia dana yang mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Sebagai gambaran sederhana, di sektor pertambangan dan energi diprediksi akan didapat penerimaan sekitar Rp 691 triliun pertahun. Di sektor kelautan dengan potensi sekitar US$ 82 miliar atau Rp 738 triliun pertahun akan diperoleh minimal sekitar Rp 73 triliun. Di sektor kehutanan dengan luas hutan sekitar 90 juta hektar dengan pengelolaan secara lestari diperkirakan akan diperoleh penerimaan sekitar Rp 1800 triliun pertahun. Pendapatan negara sebesar ini, dengan pengelolaan yang amanah, sudah cukup memadai untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Dengan begitu, BBM, biaya pendidikan dan biaya kesehatan dapat dinikmati rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis.
Dari paparan ringkas ini, jelas bahwa syariah Islam merupakan kunci terpenting untuk menyelesaikan problem pengaturan ekonomi dan keuangan negara. Namun, mana mungkin syariah Islam yang mulia itu dapat diimplementasikan tanpa adanya institusi penegaknya, yakni Khilafah Islamiyah. Karena itu, seruan kaum Muslim di negeri ini untuk kembali pada syariah dalam naungan Khilafah Islamiyah harus dapat dibaca sebagai wujud kepedulian untuk membebaskan negeri ini dari keterpurukan akibat penerapan Kapitalisme. Hanya dengan ketakwaan dalam wujud penerapan syariah-Nya, kaum Muslim akan menuai keberkahan-Nya dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).

Devisa Lebih Berharga Dibanding Nyawa Warga Negara

Oleh : Feni Endah

Ironi memang, melihat bangsa yang sudah merdeka 66 tahun, namun masih ada penjajahan yang dilakukan oleh warga negara lain. Bukankah dalam pembukaan UUD 45 termaktub bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. TKI, begitulah nasibmu kini, tanpa pelindung, tanpa pembela. Almh. Ruyati, TKI asal bekasi merupakan TKI ke-28 yang dihukum pancung.
Mengapa harus TKI mengais receh di negeri orang dengan resiko nyawa melayang, tentunya ini sebuah indikasi bahwa pemerintah tidak sanggup memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi warganegaranya. Selain itu pemerintah menjadikan para TKI sebagai lading pemasukan devisa negara tanpa mempedulikan keselamatan para TKI, bisa dikatakan pemerintah mengedepankan provit oriented daripada keselamatan dan kesejahteraan para TKI
Nyanyian getir para TKI bukanlah hal baru, namun merupakan problema bertahun-tahun bangsa ini. Pemerintah seakan tutup telinga dengan berbagai masalah yang ada, namun setelah banyak pihak yang memprotes eksekusi almh.Ruyati, pemerintah baru menyampaikan pernyataannya. Padahal 5 hari sebelum proses pemancungan terjadi SBY baru saja berpidato di depan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah PBB, SBY menyampaikan bahwa “buruh migrant di Indonesia disebut sebagai pahlawan devisa dan sebagai pahlawan mereka yang ada di rumah. Indonesia adalah negara yang telah meratifikasi konvensi TKI”. Pidato ini dianggap pepesan kosong, karenabegitu manis di mulut, namun pahit kenyataannya.
Permasalahan TKI tidak akan selesai dengan aturan yang mengedepankan materi/provit oriented. Negeri ini memakai sistem kapitalisme, dimana uang sangat berharga dibanding nyawa. Dibutuhkan sistem pemerintahan yang menjamin keselamatan warga negaranya. Para TKI haruslah dinaungi oleh institusi yang bertanggung jawab, adil dan melindungi warga negaranya tanpa memandang hirarki kekayaan/jabatan. Hal ini akan didapati di dalam sistem Khilafah Islam. Sebuah sistem agung yang telah melindungi warga negaranya selama 13 abad, dan akan kembali menyelamatkan manusia dari penindasan.
wallahu’alam bishawab…